sariasih.id - 22 Mei lalu diperingati sebagai Hari Preeklampsia Sedunia (World Preeclampsia Day), sebuah inisiatif global untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya preeklampsia—komplikasi kehamilan yang bisa mengancam nyawa jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan RS Sari Asih Karawaci, dr. Agus Hermawan, Sp.OG, menegaskan pentingnya deteksi dini dan pemantauan ketat bagi ibu hamil yang berisiko mengalami kondisi ini.
“Preeklampsia bukan hanya tentang tekanan darah tinggi. Ini adalah gangguan multisistem yang bisa berdampak pada organ ginjal, hati, bahkan otak ibu hamil. Bila terlambat ditangani, bisa berujung pada eklampsia yang sangat berbahaya,” ujar dr. Agus Hermawan.
Apa Itu Preeklampsia?
Preeklampsia adalah kondisi medis yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu, ditandai oleh:
- Tekanan darah tinggi (di atas 140/90 mmHg)
- Adanya protein dalam urine (proteinuria)
- Gejala tambahan seperti:
- Sakit kepala berat
- Gangguan penglihatan (pandangan kabur atau berbayang)
- Pembengkakan pada tangan, wajah, atau kaki
- Nyeri di perut pada bagian atas (di bawah tulang rusuk sebelah kanan)
- Penambahan berat badan drastis dalam waktu singkat
Preeklampsia terjadi akibat gangguan pada pembentukan pembuluh darah plasenta, yang menyebabkan aliran darah ke janin menjadi tidak optimal. Hal ini memicu respons sistemik pada tubuh ibu, termasuk kerusakan organ dan pembekuan darah.
Mengapa Preeklampsia Berbahaya?
Preeaklampsia akan berbahaya jika berkembang menjadi:
- Eklampsia: kondisi lanjutan yang menyebabkan kejang.
- HELLP Syndrome: penurunan jumlah trombosit, kerusakan hati, pecahnya sel darah merah.
- Gagal ginjal dan hati pada ibu.
- Solusio plasenta: terlepasnya plasenta di dinding rahim sebelum waktunya.
- Pertumbuhan janin terhambat hingga kematian janin dalam kandungan.
“Salah satu tantangan preeklampsia adalah gejalanya bisa samar di awal. Banyak ibu hamil merasa pusing atau bengkak itu hal biasa. Padahal bisa jadi itu tanda awal preeklampsia,” jelas dr. Agus Hermawan.
Siapa yang Berisiko?
Preeklampsia bisa terjadi pada siapa saja, namun lebih berisiko pada:
- Kehamilan pertama
- Kehamilan kembar
- Riwayat preeklampsia sebelumnya
- Hipertensi kronis atau penyakit ginjal
- Riwayat keluarga dengan preeklampsia
- Usia kehamilan di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun
- Obesitas atau gaya hidup tidak sehat
Pencegahan dan Deteksi Dini
Deteksi dini dan pemantauan rutin adalah kunci utama pencegahan komplikasi preeklampsia. Oleh karena itu, ibu hamil dianjurkan untuk:
- Melakukan kontrol kehamilan secara rutin di fasilitas kesehatan.
- Memeriksakan tekanan darah dan urine secara berkala.
- Menjaga pola makan sehat dan menghindari konsumsi garam berlebih.
- Istirahat cukup dan mengelola stres dengan baik.
- Minum cukup air dan hindari rokok atau alkohol.
Penanganan Preeklampsia
Jika terdiagnosis preeklampsia, penanganan akan disesuaikan dengan tingkat keparahannya dan usia kehamilan:
- Preeklampsia ringan: biasanya cukup dengan tirah baring, obat penurun tekanan darah, dan pemantauan ketat.
- Preeklampsia berat: bisa membutuhkan rawat inap dan pemberian magnesium sulfat untuk mencegah kejang.
- Jika usia kehamilan cukup bulan (di atas 37 minggu), persalinan sering menjadi solusi terbaik untuk menghentikan perkembangan preeklampsia.
Dari peringatan Hari Preeklampsia Sedunia, mari tingkatkan kesadaran akan kondisi berbahaya ini. Preeklampsia bisa dicegah dan ditangani bila dikenali sejak dini.
Dukungan keluarga, pemeriksaan rutin, dan edukasi yang tepat sangat membantu dalam menjaga keselamatan ibu dan bayi.
Bagi ibu hamil yang memiliki faktor risiko, segera konsultasikan ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan terpercaya, untuk mendapatkan penanganan terbaik sejak awal kehamilan.