sariasih.id - Dunia medis menyoroti potensi munculnya gangguan metabolisme glukosa yang erat kaitannya dengan malnutrisi kronis, sebuah kondisi yang seringkali terabaikan. Menariknya, International Diabetes Federation (IDF) sendiri telah membentuk kelompok kerja (working group) untuk meneliti lebih lanjut mengenai kemungkinan adanya "diabetes tipe 5" yang dikaitkan dengan malnutrisi. Hal ini menunjukkan adanya perhatian serius dari organisasi terkemuka di bidang diabetes terhadap potensi hubungan ini (IDF, 2024).
Menurut keterangan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, RS Sari Asih Sangiang, dr. Ahmad Mekkah, Sp.D, M.Sc, M.Kes, gangguan metabolisme glukosa yang terkait dengan malnutrisi kronis berkembang dalam tubuh yang mengalami kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Bahkan, banyak individu dengan kondisi ini tampak kurus, lemah, dan mungkin tidak menunjukkan gejala khas diabetes seperti sering buang air kecil atau rasa haus berlebihan.
“Inilah yang menjadikannya perhatian serius, karena perkembangannya bisa berjalan tanpa disadari. Kondisi kekurangan gizi yang berkepanjangan dapat memicu perubahan metabolik yang memengaruhi kemampuan tubuh dalam mengatur kadar gula darah,” ujar dr. Ahmad Mekkah.
*Karakteristik Potensial Gangguan Metabolisme Glukosa Akibat Malnutrisi Kronis:*
Meskipun terminologi "diabetes tipe 5" masih dalam tahap penelitian dan belum menjadi klasifikasi standar yang mapan, inisiatif dari IDF menunjukkan adanya karakteristik unik dari gangguan metabolisme glukosa yang terkait dengan malnutrisi kronis, yang berbeda dari diabetes tipe 1 dan tipe 2:
- Kaitan Erat dengan Malnutrisi Kronis: Faktor utama pemicunya adalah kekurangan gizi jangka panjang, terutama dimulai sejak usia dini.
- Gejala yang Atipikal: Gejala klasik diabetes mungkin tidak menonjol, dan kondisi ini dapat menyerang individu dengan indeks massa tubuh yang rendah.
- Prevalensi di Area dengan Masalah Gizi: Kondisi ini lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan tingkat stunting dan kekurangan nutrisi yang tinggi.
Sementara itu, dari fokus penelitian IDF dengan pembentukan kelompok kerjanya menemukan indikasi adanya kebutuhan untuk pemahaman yang lebih mendalam mengenai patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan kondisi ini (IDF, 2024).
Faktor Risiko Utama yang Perlu Diwaspadai:
- Malnutrisi Energi-Protein: Kekurangan asupan kalori dan protein yang berkepanjangan pada anak-anak dan remaja dapat mengganggu perkembangan sistem metabolik.
- Keterbatasan Akses Makanan Bergizi: Kurangnya akses terhadap makanan yang kaya protein dan mikronutrien esensial dapat meningkatkan risiko kekurangan gizi dan dampaknya pada metabolisme glukosa.
- Pola Makan Tidak Seimbang: Konsumsi makanan tinggi karbohidrat namun rendah nutrisi penting dapat berkontribusi pada gangguan metabolik dalam konteks kekurangan gizi.
- Gaya Hidup Kurang Aktif: Meskipun bukan penyebab utama dalam kasus malnutrisi, kurangnya aktivitas fisik dapat memperburuk masalah metabolisme.
Upaya Pencegahan Sejak Dini:
- Lebih lanjut dikatakan dr. Ahmad Mekkah, pencegahan melalui intervensi gizi yang tepat sejak awal kehidupan sangat krusial:
- Asupan Gizi Seimbang Sejak Dini: Memastikan asupan gizi yang lengkap dan seimbang sejak masa kehamilan hingga pertumbuhan anak sangat penting untuk perkembangan metabolik yang sehat.
- Prioritaskan Nutrisi Berkualitas: Makanan sehari-hari harus kaya akan protein, zat besi, zinc, dan vitamin penting untuk mendukung pertumbuhan dan fungsi metabolik yang optimal.
- Pemantauan Kesehatan Rutin: Pemeriksaan kesehatan rutin pada anak-anak, terutama di daerah dengan risiko gizi buruk tinggi, penting untuk deteksi dini masalah pertumbuhan dan perkembangan.
- Kesadaran akan Kualitas Gizi: Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa gizi bukan hanya tentang rasa kenyang, tetapi terutama tentang kualitas nutrisi yang dikonsumsi.
“Penting bagi kita untuk menyadari bahwa masalah metabolisme glukosa tidak hanya terbatas pada individu dengan obesitas atau usia lanjut. Kekurangan gizi juga dapat memicu disfungsi metabolik yang signifikan, dan inisiatif dari IDF menunjukkan keseriusan isu ini,” pungkas dr. Ahmad Mekkah.